Twitter

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 11 November 2011

Kisah 3 November 2011 Bandung-Kuningan

        Waktu sudah menunjukkan pukul 9.30 WIB. Bergegas aku pulang ke kostan. Berharap bisa mudik pukul 11.30 WIB. Hari itu aku berencana untuk mudik, karena pada hari mingggu adalah hari Idul Adha. Aku tidak mau melewakan kesempatan berkumpul dengan keluarga di rumah. Rumahku cukup jauh, kalau dihitung-hitung 7 jam perjalanan, dari kampus-rumah. Maklum, saya naik kendaraan umum.
        Hari itu aku menuju terminal dengan 4 orang temanku. Mereka tidak ikut mudik denganku, mereka akan pulang ke rumahnya masing-masing yang masih di daerah Bandung. Ya, setidaknya ada teman megobrol saat menuju terminal.
           Resah dan gelisah kerap kali menghampiriku saat kulihat jarum jam tangan terus bergerak. "Sempet ga ya naik bus yang jam 11.30?" itu tanyaku berulang. Namun, kegelisahanku pun terpecah, pukul 11.00 aku sudah samapai terminal. Dan ketika angkot yang aku naiki berhenti dan aku dalam keadaan akan turun, lewatlah bus Damri Bandung-Kuningan. Spontan aku berteriak, "Bandung-Kuningan". Rasanya seperti terlempar dari sebuah tebing dengan ketinggian puluhan meter. Sedih, karena tertinggal bus. Itu artinya aku harus menunggu sampai pukul 13.00 untuk pulang, dan aku akan sampai di rumah pada malam hari. Tidak, itu akan sangat merepotkan keluargaku, karena aku pasti meminta mereka untuk menjemputku. Segera salah seorang temanku bilang, "Tenang aja nanti juga lewat lagi kesini, cuma mungkin aga lama." Dalam keadaan panik aku berusaha berpikir rasional. "Bus nya pasti lewat lagi, kan cuma parkir" dalam hatiku. Keempat temanku itupun naik angkot lain untuk menuju ke rumahnya. Dan aku sendiri, di pinggir jalan menggendong tas dan menjinjing satu tas lagi, menunggu bus itu datang. Ternyata tidak lama kemudian, bus itu datang. Bergegas aku menghampirinya dan memberhentikannya. Untung saja aku terlihat oleh supir bus itu. Saat bus itu berhenti, aku lekas naik. Kulihat kursi-kursi dari arah depan, sudah penuh, ada kursi yang kosong, tapi itu posisi yang tidak nyaman untukku. Dan akhirnya aku menemukan sebuah kursi kosong di samping seorang pria (kira-kira berumur 20 tahun-an) yang stragetegis. Ya, ini pilihanku. Akupun bertanya padanya, "Ini kosong?", "Iya (sambil tersenyum manis)" jawabnya. Alhamdulillah akhirnya bisa duduk juga. Aku pun bertanya kembali hanya untuk memastikan, "Ini bener kan ke Kuningan?","iya teh (panggilan perempuan di suku Sunda)", lagi-lagi ia menjawab dengan tersenyum. Baru aku sadar senyumnya begitu manis.
       Tiba-tiba temanku megirimkan SMS, "Nin, bus kamu ada di depan angkot aku" katanya. Wah, cepat juga ternyata pergerakannya. Perjalanan dimulai. Sepanjang perjalanan aku sedikit melamun, membayangkan saat aku sampai di rumah. Dan tidurlah aku. Hari itu hujan, aku lupa tidak memakai jaket. Tiba-tiba pria disebelahku bertanya, "AC-nya matiin aja? (lengkap dengan senyum khasnya)","Iya, dingin" ku jawab dengan senyum pula. Sejak saat itu aku baru menyadari senyumnya manis. Dan aku sering mencuri pandangan untuk sekedar memperhatikannya. Tiba-tiba handphone-nya berbunyi. Dan ternyata ada panggilan masuk. Ia menerimanya. Tanpa bermaksud untuk menguping, tapi memang terdengar percakapan dia dengan penelepon. Kudengar bahasanya sangat santun. Aku pun semakin ingin memperhatikan dia. Sampai akhirnya tiba di tempat istirahat, aku sedikit tidak sadar dan tiba-tiba dia bertanya padaku, "Mau turun engga?", "Hmm, boleh deh" jawabku sambil mengambil tas. Kata-kata itu dan senyum itu. Sangat manis, membuat aku sedikit melambatkan pergerakan agar bisa lebih lama bersamanya.
                                                                                     ***
      Waktu terus berjalan, semua penumpang kembali ke bus, dan pria itupun kembali. Kulihat dari kejauhan ia sudah tersenyum dan mendekat, aku pun berdiri untuk mempersilakan dia duduk, karena kursinya di dekat jendela. dan inilah senyum termanis yang pernah ia pancarkan padaku. Tuhan, ia nampak seperti pangeran berkuda putih yang mengulurkan tangannya untuk meraih aku yang terjatuh. Senyum termanis sepanjang perjalanan itu. Terasa indah aku rasakan.
       Perjalananpun dilanjutkan, karena hujan semakin lebat, aku tertidur pulas, dan ketika bangun, sudah semakin dekat menuju kampung halaman. Tak kusangka, ia mengajakku mengobrol. Kusambut dengan hati senang. Singkat memang, namun berkesan. Sesekali aku bertanya kepadanya walau aku tau jawabannya, itu hanya alasan untuk menatap wajahnya dan mendengar suaranya.
         Sampai ketika sudah semakin dekat ke tempat aku turun, dia bertanya, "Masih jauh turunnya?", "Tergantung,, kalau sampai bunderan, ya kira-kira segitu jaraknya, kalau engga ya, sebentar lagi sampe rest area" jawabku sambil tersenyum menatap wajahnya yang tampan. "Kalau bunderannya ada yang mindahin gimana?" tanyanya dengan wajah jail. Aku tak sanggup berkata lagi, hanya mampu tersenyum tersipu-sipu. Dan tibalah di rest area, akupun turun dari bus itu. Namun sebelumnya aku berpamitan dahulu kepadanya, "Duluan ya","Iya (tak lupa tersenyum)" katanya.
          Saat itu hujan dan aku segera naik angkot menuju rumah. Pandanganku masih tertuju pada bus itu. Rasanya tak ingin melepaskan pandangan darinya. Sampai akhirnya bus itu tak terlihat lagi. Dan saat sampai di gang rumah, hujan sangat lebat. Aku meminta kakakku menjemputku. Akupun berteduh di pinggir jalan. Sedikit melamun, dalam hati aku bertanya, "Tuhan, apakah tadi adalah senyum terakhirnya untukku? Atau itu hanya permulaan? Apakah bisa aku bertemu lagi dengannya? Sayang aku tak sempat mengenalnya. Padahal bertemu dengannya telah melewatkan banyak hal unik. Apakah aku masih bisa melihat senyumnya?"
          Sejak saat itu, aku memikirkan dia. Pandangan petama yang begitu berkesan. Akankah kami dipertemukan kembali? Sampai pada hari aku kembali ke Bandung. Aku kembali tertinggal bus. Tapi kali ini benar-benar tertinggal, dan aku harus naik untuk pemberangkatan selanjutnya. Sambil mencari tempat duduk strategis, aku pun mencari pria itu. Dan sampai bus penuh, aku tidak menemukannya. Apakah ia ada di bus tadi? Apakah Engkau tidak menghendaki kami bertemu lagi? Atau mungkin itu hanya pemanis kisah hidupku. Sedikit ada rasa kecewa. Walau sampai saat ini aku masih  berharap bertemu lagi dengannya. Tapi aku tetap harus melangkah maju. Jika memang ditakdirkan bertemu, pasti ada waktunya.
Satu hal, "Senyum itu milik siapa?"

                                                                                            Kisah 3 November 2011 Bandung-Kuningan
                                                                                            oleh: Nindi Astari Putri